ذِكْرَيَات

Paragraf ini, mungkin serupa helaan udara petang itu. Tak ada perahu yang merapat di pelabuhan, hanya engkau merangkul kenangan dengan tawa berderai di sepanjang jalan. Kau bilang, "aku sungguh bahagia," namun air matamu menetes. Sebab baikmu, hanya senyumku yang ingin kau lihat.

Walau begitu, bukankah genggaman terasa hangat? tak peduli seberapa tinggi gerbang yang kau lompati ketika ingin bersua, tak peduli seberapa tinggi jingga yang mendekapmu bersama. Ingatan itu, tersimpan rapi di antara gang-gang sempit, di setiap binar yang merekam gerakmu, indah, meski tergerus waktu.

Betapa tak pudar, suara yang tertidur di bawah selimut awan. Hanya engkau, dan ranting kering di saku bajumu yang mampu mebangunkan. Sentuh yang tak bisa kulupa, saban raga memejam mata. Rindu.. mungkin.. hanya itu yang membuatku ingin kembali.

Paragraf ini, mungkin tak sanggup bercerita tentang seluruh harapan. Seperti roda sepedamu yang berputar kencang, mengantarkan kisahku ke ujung jalan. Tak mungkin pula ia sanggup menafsirkan bahagiaku kala itu. Namun, kuharap suatu hari aksara ini kan menemukanmu, menjadi jembatan bagi semua tanya, sebelum luruh berdebu..

Dan, sebelum akhirnya kita melambaikan tangan,

kuingin kau mengingat sejenak,

sebuah diorama, bisik ombak di tempat nun jauh

lirih hijaiyah di temaram rumah

dari seseorang yang berbaring di pangkuanmu...

Waktu itu, mungkin tak ada kata yang terucap,

namun teduh parasmu, dua cahaya yang mengibarkanku,

telah setia menerangi perjalananku

Paragraf ini, mungkin tak cukup untuk menyampaikan terima kasihku. Tak pula kumiliki seluruh hal terbaik untuk kutitipkan padamu. Namun sepanjang hidup, rasanya kan begitu sulit menorehkan dongeng sebelum tidur seindah senandungmu. Kalimat yang menjagaku, mengusir mimpi burukku.

Di dalam dada,

terbingkai pigura, takkan habis kukenang setiap noda.

Jemari yang kini tak sekokoh dahulu,

akan tetap menghidupkanmu..

Selalu.