Sunday, April 11, 2010

Dongeng Gelap

      


Aku menemukannya diantara dahan pohon seribu tahun yang lalu. Ketika aku dan teman-temanku bermain di padang rumput yang hijau. Aku terjatuh dan kakiku terluka, kuhempaskan tubuhku dibawah rimbun dedaunan dan melihat seberapa besar lukaku. Ketika kutengadahkan tengkukku keatas, kulihat ia berdiri dengan tegap. Matanya yang merah serta mukanya yang pucat, lingkar matanya sangat terlihat. Amat jelas. Lengannya mencengkeram erat dahan-dahan. Ia menoleh kearah padang rumput lepas. Seketika itu rerumputan mengering, hutan terbakar. Teman-temanku terbunuh, kepala mereka terlepas. Usus-ususnya terburai. Tak ada lagi suasana damai. Aku tertawa dan bertepuk tangan. Setetes air mata jatuh di pipi kananku.

Ia membawaku ke sebuah gubuk di padang ilalang yang tak terurus. Sunyi menemaniku setiap hari, setiap pulang ia selalu membawaku oleh-oleh. Sepotong tangan atau bola mata yang bisa kujadikan mainan untuk beberapa hari. Setelah itu ia akan membawakanku mainan-mainan yang baru. Terakhir kali ia membawakanku kepala saudaraku dan kami bermain sepak bola di halaman gubuk yang luas.

Ia membacakan dongeng padaku setiap malam, ia juga mengganti bagian tubuhku yang rusak. Ketika tanganku mulai keriput, ia memotongnya dan mencarikanku tangan yang baru. Begitu seterusnya. Hingga suatu ketika kulesatkan sebilah pisau tepat di jantungnya. Aku tersenyum melihatnya yang tak lagi bernyawa.

Post a Comment

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search