Thursday, September 2, 2010

Sangkar





Lantaimu kayu, kujejaki pelan sampai ke tebing curam. Di seberang bahkan jingga mulai menerang. Kau tiada pernah bercerita. Tidak setelah aku keluar dari kamarku yang selalu kau tutup dengan tirai biru muda lusuh. Ada semangkuk hitam, kau beri padaku untuk kau ambil kembali. Dalam sebuah puncak yang dasarnya tak kuketahui, kau membuatku mati. Mengapa tidak kau katakan saja?

Setahun sudah semenjak Tuhan pergi meninggalkan gubuk sunyi ini. Kau biarkan aku hidup tanpa pernah tahu siapa yang kutunggu, siapa yang kita nanti sampai hari ini. Mungkin, memang bukan saatnya aku menggembalakan hening sampai ke lembah pengharapan. Sedang mahsyar telah kulewati ketika nyawa tak mendiami. Tandus, redup, buram. Begitu indahnya kah surga bagimu?

Jendela kecil yang berkabut kini telah kau palang dengan seribu alasan palsu. Tak pernah lagi kau mengenang betapa indahnya masa lalu. Dan kini ketika langit runtuh di kedua matamu, masihkah ingin kau membohongi perasaan tulusmu yang baru saja dewasa dan keluar dari kamarnya? Engkau bahkan tak pernah memberinya kesempatan untuk tertidur.

Sudahlah, aku tak ingin menyakiti sesiapa yang terbenam di sana. Biar sudah kuselami samudra yang tak berdasar. Daripada harus kupenuhi nafsu dan mimpi semu lagi. Berikan aku setapak penuh melati, biar kuulur benang yang mengibarkan sayap-sayap rapuhku, sendirian.

2 comments:

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search