Friday, November 1, 2013

Mimpi Itu Bernama Kenangan #1



28 Oktober 2013, 09:50 PM



Catatan itu masih terpatri dalam benak
Terjeruji seperti rasa yang kupaksa mati
Senja ini masih belum seluruhnya pergi ternyata
Masih ada fragmen yang tak sengaja kutinggalkan

Pada gema lorong dan debur ombak
Pada ketenangan yang damai

Asaku teruntai dari usia sunyi yang semakin panjang
Sesekali mengetuk tidurku
Kemudian mewarnai hitam putih sosokmu
Kembali seperti dulu

Dalam mimpi sedih itu
Aku melupakan perahu yang sebentar lagi berlayar
Karena tawamu yang bukan lagi untukku
Bukan pula karenaku

Namun aku berenang hingga jauh
Sampai dapat kuraih dayung yang meninggalkanku
Tapi mengapa kau masih memanggilku
Bahkan lewat celah tersempit yang tak mampu kutembus?

Engkau terus menghantui
Seperti gelap yang diam-diam mendekap
Menyekat ruang yang terus ada
Kosong dan hampa

Dalam mimpi sedih itu
Air mataku jatuh
Saat senyum tulus memudar
Membiaskan pedih pada debar yang tak pernah bersandiwara

Dalam mimpi sedih itu
Aku ingin menjadi samudra
Yang membuatmu rindu untuk kembali
Membenamkan harap bersama mentari


Aku berbaring dalam temaram, menatap langit-langit kamar yang bertabur bintang-bintang. Wanita itu mengelilingiku, dan seperti biasa, ia menanyakan banyak hal yang tidak seharusnya ia ketahui. Lalu aku melayang keluar rumah sembari meneguk segelas embun yang jernih. Aku mengenal tempat ini, tempat dimana aku tak bisa tersentuh oleh cahaya yang menyamarkan keindahan malam. Tempat yang masih dipenuhi ribuan kunang-kunang..

Aku sedang dalam perjalanan rupanya, dan aku akan mengunjungi sebuah pelabuhan yang sering melepasku pulang. Namun kali ini aku ingin pergi ke tengah samudra dan melihat kekosongan disana. Tepat ketika aku ingin melangkah ke atas kapal, aku melihatnya..

Ia mengenakan baju merah dan sedang tertawa bersama mereka yang tak kukenal. Lama aku terpaku, mencoba menenangkan relungku yang bergemuruh. Namun seseorang di sampingku menegurku, menyadarkanku bahwa kapal yang akan berlayar telah meninggalkanku.

Aku berenang hingga bisa naik ke kapal, namun ruang untuk penumpang telah ditutup sehingga aku harus mencari pintu masuk lain. Tapi ketika aku hampir menemukannya, suaranya yang sangat kukenal memanggilku dari luar kapal. Aku mengintip dari jendela yang bahkan terlalu kecil, mungkin hanya seukuran kotak korek api. Lalu ia berkata, "untuk apa kamu membuka kotak cahaya?" dan aku mencari jendela lain.

Dari jendela itu, aku bisa melihat wajahnya. Seluruh tubuhku remuk, tak kuasa menahan kesedihan dan kerinduan yang mendalam.

"Kamu sedang apa disini?" tanyanya, "kuliahmu bagaimana?" ia tersenyum.

Aku tak menjawab. Aku malah meninggalkannya dan memecahkan kaca pintu sehingga sirine kapal berbunyi. Aku berlari dan terus berlari hingga melewati sebuah kamar yang terbuka. Di dalamnya gelap, hanya lampu redup yang menerangi di sudut tempat tidur berseprai biru. Di dalam kamar itu, aku melihatnya lagi..

Aku keluar kapal dan menapakkan kakiku di atas daratan. Aku berlari, lalu terbang mengepakkan sayapku. Aku tak mengerti kenapa aku menghindarinya, padahal ialah orang yang paling ingin kutemui sejak bertahun-tahun lamanya. 

Saat aku menoleh ke belakang, ia masih mengikutiku dengan senyum ramahnya. "Kuliah kamu bagaimana?' tanyanya lagi.

Aku menjawab sesuatu. ia melebarkan senyumnya.

Lalu kemudian waktu seakan melambat. Ia terjatuh dan menangis tanpa melunturkan senyumnya. Dan ketika aku hampir menyentuh tangan hangat itu, ia menghilang, menyisakan aku diantara waktu yang berhenti berputar..

Hingga tiba saatnya aku terbangun, telah ada yang menggenangi kedua mataku sampai aku takut untuk kembali terpejam. 

Telah ada yang kembali memanggilku, setelah sekian lama kisahku terpendam. 


Post a Comment

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search