"Kegelapan aula besar itu menepi seiring cahaya, seluruh pandangan tertuju pada seorang lelaki yang berdiri di muka kerumunan. Tubuhnya kurus, rapuh, hampir tak bertenaga. Semua orang bertepuk tangan, memuji lelaki itu lagi dan lagi. Memuja hadirnya, mengaguminya. Lelaki itu tak tersenyum, gundah tergambar di wajahnya yang lelah. Seluruh kemampuannya telah ia persembahkan, kini ia ingin beristirahat. Ia menunduk, melangkahkan kakinya masuk kedalam kerumunan untuk segera keluar dari pintu di ujung sana. Di sekelilingnya, kata-kata penuh puja masih terdengar jelas. Ia masih tak tersenyum, setetes air mata bergulir di pipinya yang tirus..."
...
Aku berpuisi pada kegelapan
Walau secercah cahaya telah sudi singgah
Jauh dari kedalaman jiwa
Tempat yakin dan imanku bermula
Aku percaya tak hanya dunia
Tempatku kelak mungkin berbeda
Namun diantara hidup yang mati
Kuingin temukan tempat sembunyi
Andai bisa kudamaikan badai
Kan kupejamkan mataku erat
Biar rumput menengadah
Memuaskan dahaga akan hujan
Begitu pula aku
Dan dambaku padamu
Riuh puja tak membawa bahagia
Yang kuinginkan masih sama
Tahun mungkin berganti
Namun harapan tak pernah usang
Tak sekedar rangkaian kata
Andai kau tahu semua tak ada
Dalam ruang kata
Kubingkai indah semat salammu
Selamanya
Dalam bisu do'a-do'a
dalam bisu doa-doa ku
ReplyDeletemengharap hadhirmu sekali lagi
dalam salam yang bisa tersambut oleh ku
dalam langkahmu yang bisa dijejaki oleh ku
biar hilang aku dari keriuhan itu
kerna damai ku yang nyata adalah bersamamu
kerna perihnya luka menanti
ReplyDeletetelah mengajar aku arti ketabahan itu
sejenak tidak akan pernah aku menjauh
dari pusara kenangan kita
walau harus kau nyatakan
aku telah tiada dalam relung hatimu
walau harus kau putuskan
tali ukhuwah yang pernah kita jalinkan
namun selamanya kau juga perlu tahu
selagi senja membiaskan indahnya
selagi purnama menebarkan senyumnya
selagi cinta masih mekar ditaman dunia
selagi itu ke genggam kenangan kita
selagi itu ku ranjut harapan
agar bisa kau temu aku dalam hatimu..