Sunday, June 22, 2014
Jikalau memang Tuhan yang mau
Lampu-lampu kota ini akan padam
Udara ini akan sepi
Pun aku tak kembali
Andai memang Tuhan yang mau
Biar sayapku dan sayapmu patah di tengahnya
Meninggalkan merah darah
Sebagai pengingat dosa-dosa
Sebagai tanda terpejamnya mata
Pada cintanya
Kerikil di bawah kaki kita kan berbicara
Lalu bercerita tentang tawa yang pernah dilihatnya
Di suatu ketika, sebelum kapalku meninggalkan dermaga
Ombak di samudra purnama kan jadi cerminmu berkaca
Pada riak yang selalu kembali
Pulang pada daratan
Barangkali kita akan menangisi satu sama lain
Sebab rindu yang tak pernah kita siapkan sejak semula
Padahal kita mengerti, perpisahan adalah sekeping luka
Mungkin engkau tak tahu
Kini hanya tinggal lingkar buram penuh warna yang tergambar
Tak bisa lagi kuartikan gemerlap maha indah
Selain sebagai pengantar mimpi
Kembali ke pusaranya
Apakah kau paham sekarang?
Betapa sulit kubiarkan malam meninggalkanku begitu saja
Sementara aku masih ingin membiarkan heningnya membaringkanku
Dan membuat air mataku mengalir
Menyertai gulita yang tersendat merayap, menyelimuti dingin kota
Post a Comment