Tentram, begitu kau sebut percik nyala di angkasa
Yang bercermin dengan wajah sedihnya
Di sisi gelap tenggelam
Cemara menjulang, pucuk berhias putih benang
Tanpa dendam prasangka
Jemari membangun ribuan istana
"Sebentar lagi aku pamit," ujarmu tersenyum.
Kau selesaikan pagar dan jembatan
Mengukir pintu dan ruang kosong
Sebuah rahasia?
"Kembalilah," lantas air mata merah mengaliri sungainya
Ada yang memanggil dari belantara kelabu
Ranting-ranting abu
Yang hanyut ke dasar lautan
Ah, kesenyapan yang menjelang
Mengapa terenggut seluruhnya
Asa meninggalkan karang?
Post a Comment