Monday, August 10, 2015

Hujan, Lukisan dan Dua Manusia





Kertasmu masih seputih biasa
Hanya warna, terpajang di udara
Hanya kita yang menengadah
Menatap cela diri

Sudah terlampau kelam, begitu yang tersurat
ketika itu

Ingatlah, kita pernah berlutut di tengah jiwa-jiwa yang dihujani anugerah
Berlumur igau, kemustahilan abadi
Lalu kau terisak, setelah alur di pipiku kering kerontang


Kelak kota kecil ini akan kuceritakan di akhir halaman
Sebab dalam epilog, engkau kupapah pulang
Lalu kusembunyikan dalam barisan sajak-sajak
Yang entah kenapa mampu kupahat tanpa rasa sakit...

Nanti aku dan engkau akan menghilang..
Di sudut mata, di bahu yang basah
Entah milik siapa..

Nanti..



Post a Comment

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search