Wednesday, May 13, 2009

My Pale Morning Sky







Bandung, 13 Mei 2009



    Aku tak jadi pergi mencari hiasan. Kupegang kertas lusuh itu di tanganku dengan mata berembun. Warnanya yang dulu putih sekarang berubah kecoklatan. Tiba-tiba aku merasakan aku telah kembali pada mereka. Aku masih ingat betapa rapuh jiwaku saat itu. 

    Kubuka jendela kamarku pelan. Udara Bandung yang dingin menusukku sampai ke tulang. Tubuhku mulai bergetar. Kutengadahkan wajahku ke arah langit pagiku yang pucat. Gorden putih yang tadi kugeser berkibar-kibar. Secangkir teh yang hampir habis tumpah di meja belajarku, tertiup angin kencang yang masuk melalui jendela yang kubuka lebar. Kertas-kertas yang berisi coretan lukaku beterbangan. Namun kubiarkan.. Sampai akhirnya kupejamkan mataku.. Pedih.. pedih sekali..

Gerimis mulai turun dan dengan cepat menjadi lebat. Kedua mata milikku tetap kupejamkan. Tiba-tiba aku seperti mendengar suara-suara. Suara anak-anak kecil yang sedang bermain. Ramai sekali. Kugerakkan sedikit kepalaku. Mencoba untuk mendengar lebih jelas. Namun suara itu hilang..

Kamarku semakin dingin. Angin meniup rambutku lembut.. Genggamanku melemah dan tanpa sadar menjatuhkan kertas lusuh itu. Aku menoleh kebelakang. Kamarku sudah berantakan. Kertas-kertas itu bertebaran. Kututup lagi jendela di depanku dan kuhempaskan tubuhku di tempat tidur. Kupeluk lututku dan menatap seluruh kamarku dengan pandangan dan pikiran yang kosong. Kulirik lagi file holder hitam di sudut kamar itu. Kuambil dan kumasukkan dalam lemari bajuku. Kuletakkan di bagian paling belakang agar aku lupa dan tak menemukannya..

Aku tak ingin membuang masa laluku..

Aku hanya ingin melupakannya untuk sementara.

"Apa yang kau takutkan?" samar bertanya.

"Engkau," jawabku sembari menutup mata.

Post a Comment

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search