Sunday, September 13, 2015

Adagio

 


Engkau menyanyikan warna-warna pudar
Dan kembali berbaring dalam wangi hujan
Terkadang air matamu menitik tanpa permisi
Memanggil lagi adikodrati, bertamu hingga larut

Tak ada yang mempersilahkannya duduk
Namun sunyi rumahmu takkan lagi berusia panjang
Akan ada yang kerap berbisik setelah kau tertidur
Namun jangan kau dengar
Nanti engkau tak mau lagi menyiram bunga di halaman rumah

Nanti engkau enggan memberi raut yang kucintai
Setiap roda yang kukayuh melewati makam asa milikmu
Walau sekedar menghirup aroma pagi
Serta mengutip kembali dirimu yang terserak
Di atas rumput menghijau

Ah, betapa kukasihi retakmu
Musim tahu kemana harus menunggu
Adakalanya sepasang sepatu di depan pintu
Menari lagi, seperti dahulu

1 comment:

  1. Pada angin, pada awan, pada senja pernah ku ceritakan tentang kita, saat senyum mu menyapa sepiku, disatu pagi dengan seteguk kopi.

    Terus...kita berjalan seiring pada setiap petang, mengulanginya lagi dan lagi sehingga engkau telah di ambil Dia.. Hangat tanganmu masih aku merasa pada setiap kali air mata ini kuseka. Masih aku ingat " pada tiap lukamu, sunyimu, tawamu, sedihmu, pasti aku ada "... Tapi kini...pada tiap sedihku, tawaku, sunyiku kau tetap ada, tapi bukan disisiku, menghangatkan ku seperti biasa, dan april sering berlalu bersama sepotong impi yang takkan tertunaikan..

    ReplyDelete

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search