Tuesday, April 26, 2016
Mendung, kudengar bumi tengah berpesta warna. Riangnya menggamit gelak tawa, milik yang senantiasa bahagia. Kulihat senyum singgah di setiap taut mata, yang kuharap engkau, berada di tengah arakannya.
Namun tidak, engkau masihlah senyum nan sederhana.
Sungguh berbeda, dengan hitam putih milikku dan engkau. Terasing sunyi, hanya tinggal percik tinta.
Tak siapapun membaca.
Mendung, kudengar kelabu bermaddah, getar yang mencegat tiap cinta melangkah keluar dari sangkarnya. Kita membangun tembok-tembok raksasa, menikam bagai waktu, biar harap mati sebelum kita saling memejam mata.
Sebab do'a ini takkan mencapai surga, jikalau dari telapakku, dosa merambat dalam sucinya.
Sayapmu kan membawa serta hitam dan bekunya, lalu meneteskan air mata,
di atas pesta pora.
Post a Comment