Monday, November 28, 2011

Death Elegy



Selembar potret tak berbingkai menjemput ingatanku pulang
segaris tawa samar yang bibirnya penuh debu
Sentuhan yang hingga sekarang masih terasa lemah
bahagia yang hanya bisa kuhirup dalam-dalam

mendebarkan pantaiku penuh biru
dan awan-awan kelabu di sekujur tubuhmu
Secercah cahaya dalam keterpakuan, 
dari balik cerita kuhinggapi masa indahmu. 

Aku mengerti bahwa tak bisa, bagiku turut berbahagia. 
Aku paham bahwa tak mungkin, 
jiwaku begitu saja merelakan. 

Namun masa telah meminta, 
dan telah kuucap kata yang satu pun tidak kau bertanya. 
Untuk apa lagi kutuliskan cemara yang merunduk?
untuk apa lagi kuukir genangan yang enggan kau reguk? 

Aku lelah demi cintaku kepadamu. 
Namun letihku berbuah janji yang kemudian membangkitkanmu. 
Untuk sekian kali, dalam keputusasaan. 

Engkau bukan tawa yang kucari, 
maka lekaslah engkau berlalu dari pintu rumahku. 
Yang bahkan sudah terlalu hangat, 
untuk membuatku terlelap. 

Kulepaskan panah igauku pada rapuh pembaringanmu, 
semoga busur-busur yang mengering ini mampu meretakkan batinmu. 
Membiarkan celah kecil itu tetap terbuka tanpa kau tahu,
Agar kau tahu

Post a Comment

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search