Tuesday, May 1, 2018

Jalan Bersalju



4 November 2010

Seputih salju yang jatuh menuruni lereng bukit berbatu, begitu tentrammu pada igauku. Malam kau berjalan dengan sisa harapmu, lelah kau pikul segala penderitaan milikku. Engkaulah nyala yang tersimpan, diantara ribuan cahaya kecil yang beterbangan menuju surga. Berkelip, meredup, berpendar. Tak hiraukan keindahan, bagimu kebahagiaan ialah nafasku. Terus kau sampirkan luka itu, meski darahmu berceceran sepanjang jalan bersalju.

Aku hanya kunang-kunang yang tersesat, kemudian lenganmu yang selembut melati mengangkatku tinggi-tinggi. Membawaku terbang mengusap bintang, yang pada akhirnya ialah air matamu.

Aku bukanlah harapan terbaik, berhentilah mendekapku sepenuh kasih, biarkan hitam ini pergi, sejauh musim yang meninggalkanmu. Kan kubuaikan harapan baru kedalam haru hatimu, kemudian biarkan ia dewasa, dan menggantikanku selamanya. Biarlah yang terjadi menjadi aku, sedang yang kau inginkan menjadi bias damba baru.

Aku lilin kecil yang telah membakar habis do’amu, Api yang menghanguskan percayamu. Aku debu yang mengeruhkan bening matamu, gulita yang mengaburkan jalan cintamu. Betapa ingin aku berhenti, atau setidaknya kembali. Agar tiada pernah bulir itu menganak sungai di kedua pipimu..
 

Aku bukan semilir yang meninabobokan lautan. 
Aku bukan embun yang memberi rumah kecil kita seteguk hidup. 
Aku tak pernah membangunkan ibu, 
Tak pula cukup menghaturkan bakti 

Jadi biarlah, pada jalan ini..
Putih menghapus sembari engkau tertidur
Aku takkan kemana-mana..
Sebab walau doaku tak terucap, hatimu tak pernah berhenti mengamini...


Post a Comment

Whatsapp Button works on Mobile Device only

Start typing and press Enter to search